Bai’at dalam timbangan assunnah
Dari penjelasan Bai’at di atas, jelaslah bahwa inti dari bai’at tersebut sesuai assunnah adalah kewajiban orang yang telah ber bai’at kepada orang yang dia telah ber bai’at kepadanya untuk menjalankan serta taat terhadap apa yang telah menjadi ketetapan dan perintahnya.
Hukum bai’at sesuai assunnah Bai’at merupakan perkara yang disyariatkan sesuai assunnah berdasarkan nash-nash yang terdapat di dalam Al-Kitab dan assunnah. Sebab bai’at merupakan salah satu cara dalam menampakkan bentuk ketaatan seseorang terhadap pemimpinnya sesuai assunnah. Di antara nash yang menunjukkan disyariatkannya Bai’at sesuai assunnah adalah firman Allah Subhanahu waTa’ala: لَقَدْ رَضِيَ اللهُ عَنِ الْمُؤْمِنِينَ إِذْيُبَايِعُونَكَ تَحْتَ الشَّجَرَةِ فَعَلِمَ مَا فِي قُلُوبِهِمْ فَأَنْزَلَ السَّكِينَةَ عَلَيْهِمْ وَأَثَابَهُمْ فَتْحًا قَرِيبًا “Sesungguhnya Allah telah ridha terhadap orang-orang mukmin ketika mereka berjanji setia kepadamu di bawah pohon, maka Allah mengetahui apa yang ada dalam hati mereka lalu menurunkan ketenangan atas mereka dengan memberi balasan kepada mereka dengan kemenangan yang dekat (waktunya).” (Al-Fath:18) يَاأَيُّهَا النَّبِيُّ إِذَا جَاءَكَ الْمُؤْمِنَاتُ يُبَايِعْنَكَ عَلَى أَنْ لَا يُشْرِكْنَ بِاللهِ شَيْئًا وَلَا يَسْرِقْنَ وَلَا يَزْنِينَ وَلَا يَقْتُلْنَ أَوْلَادَهُنَّ وَلَايَأْتِينَ بِبُهْتَانٍ يَفْتَرِينَهُ بَيْنَ أَيْدِيهِنَّ وَأَرْجُلِهِنَّ وَلَا يَعْصِينَكَ فِي مَعْرُوفٍ فَبَايِعْهُنَّ وَاسْتَغْفِرْ لَهُنَّ اللهَ إِنَّ اللهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ “Wahai Nabi, apabila datang kepadamu perempuan-perempuan yang beriman untuk mengadakan janji setia, bahwa mereka tidak akan mempersekutukan sesuatu pun dengan Allah, tidak akan mencuri, tidak akan berzina, tidakakan membunuh anak-anaknya, tidak akan berbuat dusta yang mereka ada-adakan antara tangan dan kaki mereka serta tidak akan mendurhakaimu dalam urusan yang baik, maka terimalah janji setia mereka dan mohonkanlah ampunan kepada Allah untuk mereka. Sesungguhnya Allah Maha pengampun lagi Maha penyayang.”(Al-Mumtahanah:12).
Adapun hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam masalah Bai’at sesuai assunnah adalah hadits Ubadah bin Ash-Shamit radhiyallahu ‘anhu,ia berkata: بَايَعْنَا رَسُولَ اللهِ صلى الله عليه وسلم عَلَى السَّمْعِ وَالطَّاعَةِ فِي الْعُسْرِ وَالْيُسْرِ وَالْمَنْشَطِ وَالْمَكْرَهِ وَعَلَى أَثَرَةٍ عَلَيْنَا وَعَلَى أَنْ لَا نُنَازِعَ الْأَمْرَ أَهْلَهُ وَعَلَى أَنْ نَقُولَ بِالْحَقِّ أَيْنَمَا كُنَّا لَا نَخَافُ في اللهِ لَوْمَةَ لَائِمٍ “Kami telah mem bai’at Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk selalu mendengar dan taat (kepada penguasa) baik di saat susah maupun mudah, semangat atau terpaksa, dan di saat mereka merampas hak-hak kami, dan kami tidak boleh melepaskan ketaatan kepadanya, dan agar mengatakan kebenaran di mana pun kami berada, kami tidak takut karena Allah kepada celaan orang yang mencela.” (HR. Muslim no. 1709). Demikian pula ucapan Jarir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhu: “Aku mem bai’at Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk menegakkan shalat, menunaikan zakat, dan memberi nasihat kepada setiap muslim.” (Muttafaqun ‘alaihi). Bahkan dalil-dalil menunjukkan bahwa setiap muslim wajib ber bai’at kepada pemimpin dan penguasa negerinya, serta diharamkan menyelisihinya dan keluar dari ketaatan kepadanya dalam perkara-perkara yang bukan merupakan bentuk maksiat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala sesuai assunnah. Diriwayatkan dari Abdulah bin Umar radhiyallahu ‘anhuma bahwa Rasulullah “Barangsiapa melepaskan ketaatannya maka dia bertemu Allah dalam keadaan tidak memiliki hujjah dan barangsiapa yang mati dalam keadaan tidak ber bai’at maka dia mati seperti mati jahiliah.” (HR. Muslim no. 1851). Diriwayatkan pula dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah “Barangsiapa keluar dari ketaatan dan meninggalkan jama’ah lalu dia mati, maka dia mati seperti mati jahiliah.” (HR. Muslim no. 1848). Rasulullah “Siapa yang datang kepada kalian dalam keadaan kalian telah sepakat terhadap satu orang (untuk jadi pemimpin) lalu dia ingin merusak persatuan kalian dan memecah jama’ah kalian maka bunuhlah dia.” (HR. Muslim no. 1852). Masih banyak lagi dalil-dalil yang semakna dengannya. Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullahu mengatakan: “Dalam hadits ini terdapat dalil wajibnya taat kepada imam (penguasa) sesuai assunnah yang telah disepakati untuk di bai’at, serta diharamkan melakukan pemberontakan terhadapnya, meskipun dia (penguasa tersebut)berbuat zalim dalam menetapkan hukum. Dan bai’at tidak tercabut karena adanya kefasikan yang diperbuatnya.” (Fathul Bari, 1/72). Demikian Bai’at dalam timbangan assunnah.
-- Wallahu a'lamu --
Posted by: Admin
Sumber rujukan: Muqaddimah Ibnu Khaldun, hal. 209, ‘Umdatul Qari, 1/154, lisanul ‘Arab 8/26, ‘Umdatul Qari 1/154, Tajul ‘Arus 20/370, Muqaddimah Ibnu Khaldun, hal. 209, Al-Mumtahanah:12, HR. Muslim no. 1709, HR. Muslim no. 1848, HR. Muslim no. 1851, HR. Muslim no. 1852, Al-Fath:18, Fathul Bari, 1/72 dan rujukan islami lain.
Sumber rujukan: Muqaddimah Ibnu Khaldun, hal. 209, ‘Umdatul Qari, 1/154, lisanul ‘Arab 8/26, ‘Umdatul Qari 1/154, Tajul ‘Arus 20/370, Muqaddimah Ibnu Khaldun, hal. 209, Al-Mumtahanah:12, HR. Muslim no. 1709, HR. Muslim no. 1848, HR. Muslim no. 1851, HR. Muslim no. 1852, Al-Fath:18, Fathul Bari, 1/72 dan rujukan islami lain.
Bagikan
Mari cerdaskan umat dan meraih ridha Allah s.w.t dengan berbagi halaman islami ini di facebook.
Anda pengunjung ke: 2143
		
	
		Mari cerdaskan umat dan meraih ridha Allah s.w.t dengan berbagi halaman islami ini di facebook.
Anda pengunjung ke: 2143
